Rabu, 07 Januari 2009

Pertumbuhan Ekonomi Melambat Pengaruhi Penerimaan Pajak 2009

Melambatnya pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 akan berpengaruh kepada realisasi penerimaan pajak selama 2009.

"Ada pengaruhnya, menghitungnya bukan hanya pertumbuhan ekonomi saja tetapi juga dari kemungkinan penurunan konsumsi, investasi, dan lainnya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu (BKF), Anggito Abimanyu di Jakarta, Rabu malam.

Namun menurut dia, perkiraan penurunan penerimaan pajak itu sudah ada kompensasinya seperti melalui dengan sunset policy yang akan meningkatkan jumlah pembayar pajak, perbaikan administrasi perpajakan, dan peningkatan kepatuhan.

"Pak Darmin (Dirjen Pajak Darmin Nasution) selalu mengatakan ada effort (upaya) meningkatkan penerimaan pajak meskipun kondisi makro, exchange rate, dan lainnya, akan mempengaruhi," katanya.

Mengenai penurunan penerimaan pajak karena penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) yang mulai berlaku 2009, Anggito mengatakan, APBN 2009 sudah memperhitungkan penurunan tarif.

"Kalau kondisinya normal, pertumbuhan penerimaan pajak di APBN 2009 sebesar sekitar 20 persen, tahun ini kan hampir 30 persen," katanya.

APBN 2009 menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,0 persen sementara penerimaan pajak dalam negeri ditetapkan sebesar Rp697,35 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerimaan PPh Rp357,40 triliun, PPN dan PPnBM Rp249,51 triliun, PBB Rp28,92 triliun, BPHTB Rp7,75 triliun, cukai Rp49,49 triliun, dan pajak lainnya Rp4,27 triliun.

"Minggu-minggu ini kami lakukan perhitungan, untuk pertumbuhan ekonomi yang kita perhitungkan sekitar 4,5-5,5 persen, mid pointnya 5,0 persen," katanya.

Sementara itu mengenai fasilitas pembiayaan siaga (standby loan), Anggito mengatakan, sudah ada respon dari masing-masing kreditur dan Bank Dunia akan melakukan pertemuan silang pada Februari nanti.

"Jumlah totalnya sekitar 5,5 miliar dolar AS, itu untuk mengganti kemungkinan sebagian obligasi negara yang tidak dapat diterbitkan," katanya.

Ia menjelaskan, penggunaan standby loan akan tergantung kondisi yang berkembang. "Itu istilahnya seperti asuransi atau kontinjen kalau kita tidak bisa menerbitkan obligasi," katanya.