Senin, 19 Januari 2009

ARDIN: Benahi Transportasi Perdagangan

Ardin Indonesia mendesak pemerintah segera mengkaji dan membenahi transportasi perdagangan.

Selama ini, skala kemahalan harga barang yang dibayar konsumen berada jauh di atas harga keekonomian akibat penyimpangan atau tidak adanya sistem baku transportasi perdagangan.

Bambang Soesatyo, Ketua Umum Asosiasi Rekanan dan Distributor Indonesia (ARDIN)/ Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia) mengutarakan dalam konteks harga barang, pemerintah sebenarnya tak pernah tuntas membela dan melindungi rakyat. Karena, menurutnya, itu hanya memanfaatkan momentum desakan menurunkan tarif transportasi.

Ardin mengingatkan pemerintah untuk juga memberi perhatian terhadap masalah transportasi perdagangan. Dia melihat akhir-akhir ini pemerintah terlalu memaksakan kehendaknya untuk menghilangkan subsidi BBM dengan menjual bensin dan solar pada tingkat harga keekonomiannya.

Menurutnya, pemerintah juga seharusnya juga membenahi sistem transportasi perdagangan dalam negeri, agar harga aneka barang yang dibayar rakyat adalah harga keekonomian, baik produk manufaktur maupun produk pertanian.

"Bukan harga tinggi akibat moral hazard para birokrat dan 'raja-raja kecil' di jalan raya," tandasnya, Minggu (18/1).

Menurutnya, proses dan struktur pembentukan harga aneka komoditas di pasar dalam negeri telah menyimpang sangat jauh, sehingga konsumen harus menerima perlakuan tidak adil dengan membayar harga barang sangat mahal.

"Tanpa membenahi dan membakukan sebuah sistem dalam transportasi perdagangan, keinginan kita menurunkan harga produk manufaktur dan produk pertanian akan sulit diwujudkan. Itu sama artinya kita memelihara perlakuan tidak adil kepada rakyat," tukasnya.

Untuk menurunkan harga barang, pemerintah sebagai regulator harus mengatur transportasi perdagangan. Biaya distribusi dan transportasi perdagangan idealnya hanya berkisar 6-12% dari harga jual sebuah produk di pasar.

Para pengusaha mengklaim, biaya transportasi perdagangan di Indonesia tercatat paling mahal. Di banyak negara, biaya transportasi perdagangan hanya berkisar 8-12 persen. Di Indonesia, biaya transportasi perdagangan untuk produk manufaktur mencapai 18-20 persen dan rata-rata 38% untuk produk pertanian/perkebunan.

Sejak harga BBM mahal, biaya transportasi perdagangan produk pertanian/perkebunan bahkan sudah mencakup 40% dari harga jualnya di pasar. Bambang mengatakan belum ada standar tarif resmi untuk transportasi perdagangan.

Tarif ditentukan oleh operator angkutan barang tanpa patokan yang jelas. Sepanjang perjalanan menuju pasar, transportasi perdagangan dibebani lagi dengan biaya siluman di pos-pos penimbangan serta pungutan liar oleh preman jalanan.

"Kami mendesak pemerintah, dalam hal ini departemen perhubungan segera mempertimbangkan penetapan dan pemberlakuan tarif resmi untuk transportasi perdagangan," ujarnya.