Rabu, 07 Januari 2009

Infrastruktur Tumpuan Saat Krisis?

Pembangunan proyek infrastruktur 2009 dinilai dapat menjadi pilihan menghadapi gelombang krisis dan PHK. Harapan itu menjadi kekuatan untuk menggerakkan perekonomian tahun ini. Akan muluskah rencana ini?

Sepertinya tidak, karena Indonesia selalu memiliki masalah klasik, yaitu soal pendanaan. Jika dana itu tak juga terkumpul, niscaya proyek-proyek besar seperti monorail di Jakarta akan terus bertumbangan.

Hal itu juga diakui oleh Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bambang Susantono. Tapi sebenarnya investor masih dapat menanamkan dananya untuk sektor infrastruktur. Tetapi dengan dana yang terbatas maka jangka waktu investasi pun hanya 2-3 tahun.

“Jadi kita bersaing dalam memperebutkan dana untuk sektor infrastruktur

yang jangka waktunya panjang antara 10 – 15 tahun dengan investasi jangka pendek. Tapi dana pemerintah terbatas, sehingga ini yang menjadi tantangan bersama,” katanya beberapa waktu lalu.

Dengan dana yang terbatas, pemerintah hanya menganggarkan dalam APBN 2009 sekitar Rp 70 triliun, sehingga kapasitas proyeknya pun terbatas.

Dari anggaran itu, paling banyak diterima Departemen PU, yaitu Rp 35,66 triliun, sisanya dibagi kepada Dephub, ESDM, Depkominfo, dan Kementerian Perumahan Rakyat.

Beberapa kegiatan strategis infrastruktur 2009 terkait dengan sumber daya air, antara lain: pembangunan Banjir Kanal Timur, Jakarta Urgent Mitigation Flood Project, dan penanganan banjir Kualanamu. Sementara beberapa kegiatan infrastruktur terkait dengan transportasi antara lain pembangunan Bandara Kualanamu Medan, Bandara Hasanuddin Makassar, Jembatan Suramadu, Pembangunan MRT, jalan akses pelabuhan (Tanjung Priok) dan bandara (Kualanamu), serta penanganan kemacetan Jabodetabek.

Untuk proyek terkait energi dan kelistrikan, pemerintah menggalakkan kegiatan infrastruktur strategis, antara lain pembangunan listrik pedesaan serta pembangunan induk pembangkit dan jaringan pendukung percepatan pembangunan pembangkit 10.000 Mw.

Rencananya pemerintah akan mempercepat pembangunan proyek infrastruktur untuk menggerakkan perekonomian dalam negeri, sebab jika tidak itu akan menimbulkan multiplier effect bagi sendi-sendi perekonominan. Pembangunan proyek ini diharapkan dapat menyelamatkan industri besar, menengah dan kecil, termasuk dapat menyedot banyak tenaga kerja, sehingga dapat mengantisipasi terjadinya gelombang PHK.

Padahal, gelombang PHK yang diperkirakan terjadi tahun ini dapat menjangkau hingga 3,5 juta pekerja dari total angkatan kerja formal nasional sebesar 35 juta pekerja.

Menurut Menkeu Sri Mulyani, untuk mengantisipasi kenaikan jumlah pengangguran akibat krisis keuangan global, pemerintah memutuskan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur. Kebijakan ini sejalan dengan niatan untuk meluncurkan program padat karya.

“Kalau ada program-program baru yang benar-benar efektif bisa mencegah PHK atau menyerap tambahan tenaga kerja yang tiap tahun mencapai sekitar 2 juta orang, itu akan menjadi prioritas pemerintah,” ujarnya dalam suatu kesempatan.

Proyek padat karya itu dapat masuk dalam program pembangunan jalan tol, pembangunan irigasi, pembangunan kanal maupun proyek transportasi lainnya. Pembangunan jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi pun menyerap banyak tenaga kerja.

Dampaknya, masyarakat tetap mendapatkan penghasilan sehingga dapat mengatasi langkah PHK dari industri manufaktur. Sektor riil juga terbantu karena daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga produk-produk mereka dapat terserap konsumen.

Kalau rencana ini dapat terwujud, maka Indonesia tidak akan terlalu bergantung pada ekspor. Apalagi negara tujuan ekspor saat ini mulai menurunkan permintaan produk dari luar negeri.

Arah kebijakan pemerintah soal infrastruktur pun disambut baik oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Digelarnya proyek infrastruktur akan membantu dunia usaha dari kejatuhan.

“Kami meminta penyerapan dana proyek pemerintah dipercepat seperti infrastruktur, sehingga akan dapat menggerakkan dunia usaha. Ini merupakan peluang untuk menggerakkan ekonomi dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja,” kata Ketua HIPMI Erwin Aksa dalam Catatan Akhir Tahun 2008 beberapa waktu lalu.

Jika pemerintah benar-benar yakin proyek infrastruktur akan mampu mengatasi dampak krisis global, mulai sekarang seharusnya sudah melakukan negosiasi dan pendekatan dengan sejumlah investor, baik lokal maupun asing. Kalau tak bergegas dari sekarang, jangan-jangan kegagalan proyek monorail akan terus berulang, dan cita-cita ingin menciptakan lapangan kerja baru hanya menjadi angan-angan.