Minggu, 11 Januari 2009

Daya Beli, Kunci Menangkal Krisis

Daya beli masyarakat yang tidak merosot bahkan jika perlu harus naik adalah kunci keberhasilan kebijakan stimulus ekonomi saat resesi sekarang ini. Masalahnya, kebijakan mempertahankan daya beli itu seperti tumpul tak menghasilkan apa-apa.

Di saat pasar luar negeri tak bisa lagi diandalkan, pemerintah berpaling kepada pasar dalam negeri untuk menyerap produksi nasional. Sejumlah kebijakan telah dikeluarkan yakni membatasi impor sejumlah produk seperti tekstil dan produk tekstil, sepatu, mainan anak-anak dan sebagainya.

Hal ini diperkuat juga dengan kebijakan fiskal seperti pemberian paket stimulus puluhan triliun rupiah, paket perpajakan, penurunan harga BBM dan kebijakan moneter dengan menurunkan bunga rujukan BI. Ujung dari semua kebijakan ini adalah daya konsumen dalam negeri. Jika daya beli merosot, hampir bisa dipastikan semua kebijakan itu tak ada artinya.

Sejauh ini BI bisa mengendalikan inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa, sehingga pekan lalu memutuskan menurunkan bunga BI rate. Namun, penurunan bunga BI rate itu ternya tak seperta merta direspon perbankan dengan penurunkan bunga pinjaman, baik bunga kredit kepemilikan rumah atau apartemen, ataupun kredit konsumsi seperti kartu kredit.

Sehingga akibatnya, daya beli masyarakat belum tertolong dengan kebijakan ini. Kalangan perbankan berdalih bahwa kondisi pasar finansial masih belum stabil dalam dua atau tiga bulan ke depan, sehingga bunga pinjaman belum bisa diturunkan.

Disinilah terletak ironinya, perbankan bisa menaikkan bunga pinjaman sangat cepat, tapi menurunkannya sangat lambat. Hal lain yang tidak mendukung daya beli masyarakat adalah biya transportasi dan harga barang yang belum juga turun.

Sekalipun harga BBM sudah diturunkan dua kali. Tarif angkutan tak juga turun, meski pemerintah sudah menghimbau kalangan pengusaha. Sama dengan bunga pinjaman yang cepat naiknya, tarif angkutan juga naik begitu harga BBM naik tapi tak mau turun meskipun harga BBM sudah turun dua kali.

Setali tiga uang dengan perbankan, pengusaha angkutan memberi alasan tarif tidak diturunkan karena harga-harga suku cadang sudah terlanjur naik dan tidak mungkin turun. Alasan ini tentu saja terlalu dibuat-buat.

Apabila tarif angkutan tak bisa diturunkan, daya beli masyarakat tak bisa menolong kebijakan pemerintah yang mengandalkan pasar dalam negeri untuk membeli produk nasional.
Melihat kecenderungannya, harga BBM masih mungkin untuk turun lagi. Menurut rumor yang berkembang, pekan ini pemerintah kemungkinan akan kembali untuk ketiga kalinya menurunkan harga BBM bersubsidi.

Jika pada penurunan harga BBM mendatang, tarif angkutan juga tak bisa diturunkan, mungkin pemerintah harus mencari jalan lain untuk memaksa pengusaha angkutan menurunkan tarifnya.
Pasalnya, stimulus ekonomi yang sudah banyak dikeluarkan itu menjadi sia-sia jika harga-harga dalam negeri tak bisa dikendalikan. Daya beli konsumen dalam negeri adalah kunci.