Kamis, 22 Januari 2009

Di Udara Toro Berbisnis Kargo

Kesibukan Sofyan Danu Siswantoro, 35 tahun, menjelang akhir tahun ini bertambah padat. Ia sedang menambah armada pesawatnya dengan mengincar Boeing 737-300F. "Ini untuk memperluas rute baru yang sudah direncanakan," ujar Presiden Direktur Megantara Kargo, yang mengibarkan bendera bisnis Megantara Air, itu kepada Tempo.

Kejelian Toro--nama panggilan akrabnya-- memilih masuk ke bisnis kargo udara praktis tak direncanakan sejak awal. Mulanya, alumnus SMAN 8 Jakarta yang lulus pada 1991 itu melanjutkan kuliah ke jurusan teknik penerbangan di Institut Teknologi Bandung.

Begitu diterima, alih-alih serius kuliah, Toro malah membuka les privat untuk anak-anak SMA. Tak dinyana, tempat lesnya diminati sehingga ia harus mempekerjakan 40 orang pengajar, yang semuanya lebih tua dari dirinya. Peserta kursusnya sendiri ratusan orang," katanya mengenang.

Tak cukup berlaku sebagai pengajar, Toro juga mencari tambahan pendapatan dari berdagang furnitur sampai menjadi wiraniaga door to door. "Pada dasarnya saya memang suka kesibukan, bukan karena kebutuhan untuk pendapatan ekonomi," katanya.

Semua kegiatan dijalankannya secara simultan bersama kuliahnya menjelang tugas akhir. Saking enaknya berbisnis aneka rupa, kuliahnya molor sampai delapan tahun. "Itu pun karena pembimbing saya terus mengingatkan sampai saat terakhir saya hanya tinggal punya waktu satu bulan untuk menyelesaikan tugas akhir," katanya. Sampai di sini, Toro masih membayangkan dirinya akan menjadi karyawan selesai meraih gelar dari ITB.

Namun, masa kerja praktek di Pelita Air Service membuatnya menyadari akan adanya sebuah peluang cemerlang yang jarang dilirik orang: bisnis pengangkutan kargo udara. Sebab, kebanyakan mahasiswa yang menggeluti disiplin ilmu seperti Toro lebih menyukai ide untuk berkiprah di bidang penerbangan komersial.

Menyadari dirinya sudah mendapat sebuah visi berharga, Toro mulai terobsesi untuk mendalami lika-liku dunia kargo udara di Tanah Air. "Tugas akhir yang saya pilih adalah menentukan tarif dasar kargo (TDK) dengan pesawat yang berbeda-beda," katanya.

Setelah lulus pada 1999, Toro meninggalkan semua pencapaian bisnis sebelumnya dan memfokuskan diri untuk memasuki industri dirgantara dengan bekerja di beberapa maskapai penerbangan sambil berupaya membuka bisnis kecil-kecilan bersama sejumlah kawannya dengan mengibarkan bendera PT Megantara Nusa Perkasa pada 2001. Perusahaan ini merupakan authorized dealer untuk produk-produk Jeppesen di Tanah Air.

Setahun kemudian PT Megantara Kargo, yang dirancang untuk memenuhi pelayanan kargo bagi maskapai-maskapai domestik, berdiri. "Saya memang menghindari bermain di bidang kargo perorangan (retail) karena, jika klien saya maskapai penerbangan, biaya yang mereka keluarkan untuk 8 kilogram kargo itu setara dengan biaya untuk 20 kilogram kargo perorangan. Keuntungan kedua, dengan mengambil yang 8 kilogram, saya masih punya lebih banyak space untuk dijual," ujarnya memberikan perbandingan.

Insting bisnis Toro menemukan jalurnya. Satu demi satu maskapai domestik, seperti Seulawah NAD Air (rute Jakarta-Medan-Aceh) dan Kartika Airline (Jakarta-Batam-Medan-Aceh), menunjuk Megantara Cargo sebagai general sales agent (GSA) mereka. Sedangkan Transmile Air, yang memiliki rute internasional Jakarta-Singapura-Malaysia-India-Thailand-Hong Kong secara bertahap menunjuk Megantara Kargo sebagai CSA pada 2004 dan cargo sales & service representative (CSSR) pada 2005.

Mimpi Toro sepenuhnya tercapai pada 7 Mei 2007. "ari itu Departemen Perhubungan memberikan izin resmi kepada Megantara untuk memulai penerbangan perdana dengan pesawat sendiri," katanya. Pesawat pertama yang mereka operasikan adalah Boeing 727-200F, yang mampu mengangkat kargo sampai 23 ton v.v. (kapasitas penuh). Lima bulan kemudian, Toro menambah armada dengan Boeing 737-200F, yang memiliki kapasitas pengangkutan kargo 14 ton.

Namun, jumlah armada pesawat yang terus bertambah ini tetap membuat Toro berhati-hati dalam mengembangkan ekspansi bisnisnya. "Bisnis kargo udara ini sangat kompetitif karena harus bersaing dengan maskapai sendiri yang juga menjual ruang pesawat mereka untuk membawa kargo," ujarnya. Karena bisnis utama maskapai adalah membawa penumpang, pendapatan tambahan dari penyewaan ruang untuk kargo bisa membuat perusahaan kargo partikelir seperti Megantara Air ketar-ketir. "Sebab, harga yang mereka tawarkan bisa jauh lebih murah dari yang kami berikan," ujar Toro.

Di sisi lain, dia juga optimistis karena pemain di bidang layanan kargo udara ini baru tiga perusahaan, sementara rentang geografis Indonesia demikian luas. Maka potensi untuk bisnis ini masih terbuka lebar. Dan jangan lupa, harga minyak dunia, yang sempat mencekik leher beberapa bulan lalu, kini sudah merosot tajam hingga mampu membuat Toro lebih optimistis lagi. "Saat ini omzet usaha per bulan sekitar Rp 1 juta dolar," katanya.

Sama sekali bukan jumlah yang buruk bagi orang yang pernah membuka usaha les kursus bagi murid-murid SMA.