Rabu, 24 Desember 2008

Rupiah Akhir Tahun Bertahan 11 Ribu

Pada tutup tahun 2008, rupiah diprediksi akan berada pada level 11 ribu. Pasalnya, pasar valuta asing sudah tidak lagi aktif. Meskipun akan tetap ada transaksi, namun sangat tipis. Akibatnya, volatilitas nilai tukar rupiah hingga akhir tahun masih tinggi.
Pengamat pasar uang, Farial Anwar melihat pergerakan rupiah tidak akan akan jauh di level 11 ribu. Pasalnya, pasar valuta asing sudah tidak lagi aktif. Kebanyakan pelaku pasar maupun korporasi yang sudah memasuki libur panjang.

Akibatnya, transaksi valas mulai hari ini akan tipis sekali. “Kelihatannya tidak akan membuat pasar aktif tetapi volatilitasnya akan besar. Saya harapkan BI bisa menjaga rupiah sehingga tidak lari di atas 11 ribu,” katanya di Jakarta, Rabu (24/12)

Adapun pendorong pelemahan rupiah seperti aksi borong dolar untuk kepentingan libur ke luar negeri, kata Farial, hal itu sangat kecil pengaruhnya. Orang berlibur, menurutnya tidak akan menggondol uang hingga US$ 1 miliar dollar. “Kalau hanya bawa US$ 10 ribu tidak ada artinya,” imbuhnya.

Selain itu, di luar negeri pun pasar sudah banyak yang tutup. Di atas tanggal 20, menurut Farial, biasanya orang sudah libur panjang. Dealer dan bank pun sudah hampir mendekati akhir tahun dan mendekati tutup buku. “Jadi, nggak ada lagi transaksi besar. Yang ada hanya spekulator yang masih agresif saja di akhir tahun,” katanya.

Banyaknya orang yang mengantri di money changger, lanjut Farial tidak ada dampaknya terhadap pasar valuta asing antar bank. “Karena kalau transaksi antar bank itu, orang beli dalam jumlah besar. US$ 500 ribu, ada juga yang US$ 1 juta. Kalau hanya Rp 100 juta itu nggak ada pengaruhnya,” tegas Farial.

Begitupun dengan sentimen terhadap perdagangan valuta asing tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Saat ini, pasar uang tidak lagi bermain atas sentimen. Apalagi saat ini sudah ada underlying transaction. “Sekarang, pembelian dolar di atas US$ 100 ribu harus ada underlying transaction-nya,” katanya.

Pemborong dolar harus menjelaskan kepentingannya dan harus dilengkapi dengan dokumen resmi. Farial mencontohkan pembelian barang impor atau untuk pembayaran utang valuta asing. “Kalau tidak ada dokumennya nggak bisa seperti dulu lagi,” tukasnya.
Meski begitu, Farial mengharapkan BI, dengan perdagangan valas yang tipis seperti saat ini harus bisa mengendalikan volatilitasnya. Naik-turunnya rupiah menurutnya akan tajam. ”Beli sedikit bisa naik, jual sedikit bisa turun tajam. Karena volume perdagangannnya kecil maka nggak banyak lagi orang yang bertransaksi.”

Farial menyimpulkan, akhir tahun ini rupiah akan bergerak di level 11 ribu. Kalaupun naik, kenaikan itu akan berada pada kisaran 11.100 hingga 11.200 dan kalaupun turun itu akan berada di level 10.800. ”Nggak ada yang istimewa,” ujarnya singkat.
Terkait permintaan dolar akibat utang yang jatuh tempo, Farial meyakini hal itu sudah dicover. “Saya rasa, demand untuk akhir tahun ini sudah selesai.”

Sebelumnya, riset dua analis Macquarie Research Economics, Rajeev Malik dan Jay Mok, menyebutkan bahwa rupiah berpotensi turun lagi menjadi 12 ribu per dolar AS hingga akhir tahun ini. Penyebabnya adalah kombinasi antara efek krisis global dan keluarnya aliran dana asing dari Indonesia (capital outflow).

Mereka mengakui bahwa rupiah bukan satu-satunya mata uang Asia yang melemah terhadap dolar AS. Namun, mereka melihat, turunnya harga komoditas semakin memperbesar tekanan terhadap rupiah.

Keduanya berpendapat, BI terlambat memprediksi pelemahan rupiah. Padahal, indikasi itu sudah terlihat ketika mata uang negara lain mulai melemah. Keterlambatan itu membuat pergerakan rupiah lebih liar. "BI seharusnya bisa mengarahkan pergerakan rupiah agar lebih halus dan tidak ekstrem," tulis mereka.
Bahkan, Macquarie menilai, pelemahan rupiah yang secara tiba-tiba mengingatkan pada kondisi krisis moneter pada 1997. Ketika itu, banyak perusahaan yang mencatatkan pertumbuhan negatif dan berdampak pada pelemahan ekonomi secara keseluruhan.