Rabu, 24 Desember 2008

Bayang-bayang Krisis Saat Natal

Natal dan Tahun baru ini akan dirayakan dalam suasana sederhana dan penuh keprihatinan. Pasalnya ekonomi dunia memburuk lebih cepat. Ritel dan sektor konsumsi tak mampu menjual lebih banyak di saat seharusnya mengalami masa panen.
Di Indonesia, masa paceklik di bisnis ritel ini belum lagi terlihat. Padahal di seluruh negara industri, bisnis ritel tumbuh negatif dengan volume penjualan yang merosot. Datang ke mal hanya untuk melirik sekalipun, kini tak bisa dilakukan oleh konsumen.
Bahkan di Amerika, pebisnis di sektor ini meminta pemotongan pajak penjualan untuk mendorong pembeli kembali ke mal-mal. Sedangkan di Inggris dan kota-kota besar di Eropa lainnya, memberi diskon besar-besaran untuk menarik pembeli.
Tapi itupun tak bisa membuat pengunjung yang datang ke pusat perbelanjaan dan merogoh dompet mereka untuk sekadar membeli. Inilah masa dimana penjualan ritel anjlok di saat seharusnya bisnis ini mengeruk keuntungan gede.
Jika pada awal 2009 kondisi ekonomi global terus memburuk, ekonom di Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan kemungkinan resesi ekonomi ini akan berubah menjadi depresi, seperti yang pernah dialami di 1930.
“Belanja pemerintah harus diobral untuk mendorong daya beli, jika tidak, dunia akan terperosok ke depresi seperti 1930,” ujar seorang ekonom senior IMF seraya menambahkan bahwa indeks kepercayaan bisnis juga terus merosot, suatu indikasi bahwa pebisnis tidak merasa ada masa depan yang cerah di waktu-waktu mendatang.
Pemerintah China dan Jepang menjawab kekhawatiran depresi itu dengan mengucurkan dana stimulus untuk mendorong daya beli dan membangkitkan pasar domestik mereka. China menggelontorkan dana lebih dari US$ 500 miliar dan Jepang lebih dari US$ 600 miliar.
Suku bunga di sebagian besar negara juga dipangkas, bahkan di Amerika, The Fed menurunkan bunga hingga menjadi nol persen hingga 0,25%. Inilah bunga rujukan yang paling rendah di dunia dan baru pertama kali terjadi dalam sejarah kapitalisme.
Tapi di Indonesia, bisnis ritel belum lagi terkena imbas, setidak-tidaknya untuk kalangan menengah atas. Mal-mal yang memberikan paket promosi masih diserbu pembeli. Tingkat penjualan masih terbilang besar.
Namun, kondisi seperti yang dialami industri ritel itu belum tentu akan terjadi lagi di awal tahun depan. Banyak yang memperkirakan, daya beli akan merosot tajam mulai triwulan pertama tahun depan. Saat ini mereka yang sudah membelanjakan uangnya pada saat liburan akhir tahun mulai akan mengetatkan pengeluaran.
Jadi bersiaplah untuk menghadapi masa paceklik yang besar kemungkinan akan berlangsung hingga 2010. Siapa pun presiden terpilih saat itu, dia akan menghadapi sedikit pilihan untuk segera membangkitkan kembali ekonomi