Jumat, 13 Februari 2009

Pengusaha China Siap Tingakatkan Investasi Di Indonesia

Duta Besar Indonesia untuk China, Sudrajat, mengatakan bahwa pengusaha China siap meningkatkan nilai investasi di Indonesia dengan catatan peraturan yang menghambat iklim investasi ditekan.

"Potensi pengusaha China berinvestasi di tanah air cukup besar tercermin dari meningkatnya nilai investasi dari tahun ke tahun," kata Sudrajat di Kantor Kementerian BUMN di Jakarta, Jumat.

Menurut Sudrajat, secara kuantitatif belum banyak perusahaan yang investasi secara langsung, tetapi bermitra dengan perusahaan lokal sudah cukup banyak.

Perusahaan China sebelumnya sudah masuk dalam proyek pembangkit listrik 10.000 Megawatt tahap pertama, namun bentuk kerjasamanya hanya sebagai mitra lokal atau menjadi kontraktor PT PLN.

"Mereka kembali menyatakan minat membangun proyek listrik 10.000 MW tahap ke dua yang segara diluncurkan pemerintah," katanya.

Selain sektor kelistrikan diutarakan Sudrajat, China juga berminat menanam modal di sektor pertambangan karena menilai sektor ini lebih aman untuk investasi.

Sektor pertambangan yang dibidik meliputi batubara, dan bijih besi karena didukung ketersediaan atau cadangan sumber daya alam yang besar.

Meski begitu Sudrajat, yang juga mantan Dirjen Strategi Pertahanan Dephan ini tidak merinci jumlah perusahaan yang berminat berinvestasi secara langsung.

Perusahaan-perusahaan asal China umumnya memiliki pengalaman investasi di negara itu yaitu kebanyakan di sejumlah negara Afrika dan Amerika Latin, sedangkan di Asia khususnya ASEAN investasi banyak dilakukan di Vietnam, Laos, Kamboja dan Vietnam.

Sementara di Indonesia, ujar Sudrajat, pengusaha China umumnya berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan lokal.

Menurut catatan, total perdagangan Indonesia dan China pada tahun 2008 mencapai 30 miliar dolar AS, namun investasi China di Indonesia masih relatif kecil.

Pemerintah memperkirakan Indonesia berpeluang besar menggaet investasi dari China hingga senilai 1,3 miliar dolar AS dalam beberapa tahun mendatang, dengan sektor primadona agribisnis, elektronik, tekstil, dan produk tekstil, konstruksi, pertambangan, permesinan, dan industri kimia.

Untuk mencapai target-target investasi itu, ujarnya, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian iklim investasi, terutama antara hubungan pusat dan daerah.

Sering ada tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah yang terkadang membuat mereka (calon investor) agak ragu-ragu.

"Namun, BKPM sudah mulai membereskan beberapa prosedur sehingga investor lebih mudah dalam menjalankan usahanya di Indonesia," ujarnya.(antara)